Minggu, 20 Februari 2011

STRATEGI PEMBELAJARAN

TUGAS TUTORIAL ONLINE I

MATA KULIAH : STRATEGI PEMBELAJARAN
NAMA : SOLEHATININGSIH
NIM : 100210274026
KELAS : A
SEMESTER : I
PROGRAM STUDI : SI PGSD PJJICT


SOAL DAN JAWABAN INISIASI

Latihan 1
Ahmad berumur enam tahun sudah menjadi siswa kelas 1 SD. Ia belum pernah masuk TK. Ia sering tidak masuk sekolah kalau tidak diantar ibunya. Ia juga mudah lupa terhadap materi pelajaran yang diajarkan, dan sering tidak mau menjawab pertanyaan guru jika guru bertanya. Jika anda sebagai kepala sekolah apa yang harus anda lakukan untuk membantu Ahmad agar memperoleh kemajuan. (Untuk mengerjakan tugas ini Anda perlu membaca lebih cermat lagi hukum-hukum belajar yang dikemukakan oleh Thorndike terutama hukum kesiapan, hukum latihan dan hukum akibat).

Jawaban :
Menurut saya yang saya lakukan menggunakan hukum kesiapan dan transfer latihan karena siswa tersebut masih sangat belum siap dalam menerima pelajaran.Menurut hukum kesiapan, hubungan antara stimulus dan respon mudah terbentuk kalau ada kesiapan pada diri seseorang. Siswa akan mudah mempelajari perkalian kalau ia telah menguasai penjumlahan. Anak usia satu tahun akan mudah belajar berjalan kalau otot-otot kakinya telah kuat untuk menahan berat badannya.Pada kasus Ahmad di atas anak tersebut tidak disekolahkan d TK,kemungkinan anak tersebut tinggal di desa karena di desa memang jarang sekali ada sekolah Taman Kanak-Kanak yang ada hanya sekolah SD ataupun Paud jika ada.Sehingga Ahmad langsung mengenyam pendidikan SD,sedangakan manfaat sekolah Tk adalah untuk mengasah otak dan stimulus anak.Sehingga nanti jika anak tersebut sudah matang dalam menerima suatu pembelajaran maka otak dan stimulus anak dapat diasah lagi ke pendidikan dasar/SD.Sedangkan transfer latihan memberikan pembelajaran bahwa apa yang dipelajari disekolah akan berguna di kehidupan sehari-hari.Ahmad memang harus diberikan latihan khusus agar dia fasih dan mampu mengingat sesuatu baik peljaran maupun dalam kehidupan sehari-hari.Tanpa adanya latihan terus-menerus anak menjadi mudah lupa,sehingga Guru wajib memberikan latiha drill kepada siswa tersebut agar mudah mengingat,namun latihan yang diberikan jangan terlalu memaksa karna otak dan stimulus Ahmad masih sangat rentan untuk menerima pembelajaran/sesuatu dari luar.Untuk mengatasi ahmad yang tidak mau sekolah jika tidak diantar ibunya juga menggunakan metode transfer latihan karena ahmad dilatih untuk berangkat sendiri meskipun tidak ada orangtua yang mengantar,pertama guru memberikan pengarahan kepada orangtua kemudian guru memberikan pengarahan kepada siswa didik agar lebih berani.Jika kedua metode ini dilakukan dengan baik dan sering dilakukan maka ahmad akan menjadi siswa yang berhasil baik dalam pelajaran maupun kehidupan sehari-hari.

Latihan 2
Jelaskan prinsip belajar Classical Conditioning yang dikemukakan Pavlov ! (Untuk dapat mengerjakan latihan ini baca kembali naskah teori belajar Classical Conditioning yang dikemukakan oleh Pavlov)
Jawaban
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Adapun jalan eksperimen tentang refleks berkondisi yang dilakukan Pavlov adalah sebagai berikut:
Pavlov menggunakan seekor anjing sebagai binatang percobaan. Anjing itu diikat dan dioperasi pada bagian rahangnya sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap air liur yang keluar dapat ditampung dan diukur jumlahnya. Pavlov kemudian menekan sebuah tombol dan keluarlah semangkuk makanan di hadapan anjing percobaan. Sebagai reaksi atas munculnya makanan, anjing itu mengeluarkan air liur yang dapat terlihat jelas pada alat pengukur. Makanan yang keluar disebut sebagai perangsang tak berkondisi (unconditioned stimulus) dan air lliur yang keluar setelah anjiing melihat makanan disebut refleks tak berkondisi (unconditioned reflex), karena setiap anjing akan melakukan refleks yang sama (mengeluarkan air liur) kalau melihat rangsang yang sama pula (makanan).
Kemudian dalam percobaan selanjutnya Pavlov membunyikan bel setiap kali ia hendak mengeluarkan makanan. Dengan demikian anjing akan mendengar bel dahulu sebelum ia melihat makanan muncul di depanny. Percobaan ini dilakukan berkali-kali dan selama itu keluarnya air liur diamati terus. Mula-mula air liur hanya keluar setelah anjing melihat makanan (refleks tak berkondisi), tetapi lama-kelamaan air liur sudah keluar pada waktu anjing baru mendengar bel. Keluarnya air liur setelah anjing mendengar bel disebut sebagai refleks berkondisi (conditioned reflects, karena refleks itu merupakan hasil latihan yang terus-menerus dan hanya anjing yang sudah mendapat latihan itu saja yang dapat melakukannya. Bunyi bel jadinya rangsang berkondisi (conditioned reflects). Kalau latihan itu diteruskan, maka pada suatu waktu keluarnya air liur setelah anjing mendengar bunyi bel akan tetap terjadi walaupun tidak ada lagi makanan yang mengikuti bunyi bel itu. Dengan perkataan lain, refleks berkondisi akan bertahan walaupun rangsang tak berkondisi tidak ada lagi. Pada tingkat yang lebih lanjut, bunyi bel didahului oleh sebuah lampu yang menyala, maka lama-kelamaan air liur sudah keluar setelah anjing melihat nyala lampu walaupun ia tidak mendengar bel atau melihat makanan sesudahnya.
Demikianlah satu rangsang berkondisi dapat dihubungkan dengan rangsang berkondisi lainnya sehingga binatang percobaan tetap dapat mempertahankan refleks berkondisi walaupun rangsang tak berkondisi tidak lagi dipertahankan. Tentu saja tidak adanya rangsang tak berkondisi hanya bisa dilakukan sampai pada taraf tertentu, karena terlalu lama tidak adarangsang tak berkondisi, binatang percobaan itu tidak akan mendapat imbalan (reward) atas refleks yang sudah dilakukannya dan karena itu refleks itu makin lama akan semakin menghilang dan terjadilah ekstinksi atau proses penghapusan refleks (extinction).
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects).

3. Teori Belajar Operant Conditioning
Skinner (dalam Slavin 1994), seperti halnya Thorndike memusatkan pada hubungan antara tingkah laku dan konsekwensinya. Misalnya jika tingkah laku seseorang diikuti oleh konsekwensi yang menyenangkan maka orang itu akan mengulangi tingkah laku itu sesering mungkin. Penggunaan konsekwensi yang menyenangkan (ganjaran) dan yang tidak menyenangkan (hukuman) untuk mengubah tingkah laku dinamakan Operant Conditioning. Jadi konsekwensi digunakan untuk mengontrol terjadinya tingkah laku. Konsekwensi adalah kondisi yang mengikuti tingkah laku dan mempengaruhi frekuensi tingkah laku yang akan datang. Sanjaya (2006) mengemukakan pendapat Skinner bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu perlu diurutkan atau dipecah-pecah menjadi bagian-bagian atau komponen-komponen tingkah laku yang spesifik. Selanjutnya setiap tingkah laku yang dilakukan dengan baik diberi penguatan supaya tingkah laku itu terus diulang-ulang dan agar termotivasi untuk mencapai tingkah laku puncak yang diharapkan. Sebagai ilustrasi, misalnya kita ingin membentuk kebiasaan agar anak suka membaca buku. Agar terbentuk kebiasaan itu, maka perilaku membaca dapat dipecah menjadi beberapa bagian :
a. Melihat-lihat sampul buku.
b. Membuka-buka buku.
c. Memperhatikan gambar-gambar yang ada.

Strategi Pembelajaran 1-9
d. Membaca isi buku.

Setiap bagian perilaku yang telah direspon dengan baik oleh anak diberi hadiah (penguatan) yang dapat menimbulkan rasa senang. Akibatnya anak akan terus mengulang perilaku tersebut dan melanjutkan pada bagian perilaku selanjutnya. Sanjaya (2006) mengemukakan bahwa teori Operant Conditioning dari Skinner ini sangat besar pengaruhnya dalam teknologi pengajaran. Pendekatan baru dalam pengajaran seperti pengajaran berprograma, pengajaran dengan bantuan komputer, mengajar dengan menggunakan mesin, pengajaran modul semuanya dikembangkan dari teori Skinner.

Latihan 3.a
Beri contoh tentang cara membiasakan anak untuk berperilaku bersih setelah sampai di rumah dari sekolah. (Untuk dapat erjakan latihan ini, baca kembali Teori Skinner terutama tentang cara membentuk kebiasaan berperilaku tertentu.).

Jawaban
Menurut teori skinner Operant Concitioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas berbeda dengan perilaku responden dalam pengkondisian Pavlov yang muncul karena adanya stimulus tertentu. Contoh perilaku operan yang mengalami penguatan adalah: anak kecil yang tersenyum mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas melihatnya, maka anak tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula tidak disengaja atau tanpa maksud tersebut. Tersenyum adalah perilaku operan dan permen adalah penguat positifnya. jika tingkah laku seseorang diikuti oleh konsekwensi yang menyenangkan maka orang itu akan mengulangi tingkah laku itu sesering mungkin. Penggunaan konsekwensi yang menyenangkan (ganjaran) dan yang tidak menyenangkan (hukuman) untuk mengubah tingkah laku dinamakan Operant Conditioning. Jadi konsekwensi digunakan untuk mengontrol terjadinya tingkah laku. Konsekwensi adalah kondisi yang mengikuti tingkah laku dan mempengaruhi frekuensi tingkah laku yang akan datang.
Seorang anak yang masih sangat rentan terhadap pengaruh baik atau buruk oleh karena itu sebagai orangtua dalam mendidik anak harus ekstra agar pengaruh yang orang tua didik baik untuk anak.Misalnya pada saat pulang sekolah baju seragam anak,tangan anak dan bagian-bagian tubuh anak pasti sangat tidak bersih/kotor.Sebagai orangtua kita memberikan pengarahan dengan cara mempraktekkan seperti sepulang sekolah harus cuci kaki dan tangan kemudian berganti pakaian.Jika anak tersebut melakukan kegiatan cuci tangan dan kaki sepulang sekolah dengan baik maka sebagai orangtua memberikan reward /hadiah kepada anak agar anak terus melakukan kegiatan tersebut/agar anak tidak lupa dengan arahan yang diberikan orangtua.
David Premack (Eggen dan Kauchak, 1997, Slavin, 1994) mengemukakan satu jenis penguatan lagi yaitu prinsip Premack atau dinamakan juga “aturan nenek”. Penguatan ini menyatakan bahwa makin sering atau makin disukai suatu kegiatan bisa digunakan sebagai penguatan untuk kegiatan yang kurang sering atau kurang disukai. Contoh nenek berkata: “Pertama kamu makan sayurmu setelah itu kamu baru boleh makan kuemu”. Cucu si nenek ini suka makan kue dan kurang suka makan sayur. Agar cucu ini mau makan sayur digunakan kue sebagai penguatan. Sejenis dengan penguatan Premack ini adalah penguatan yang ditunda. Contoh: jika kamu dapat menyelesaikan 10 soal matematika ini dengan benar, kamu baru boleh main komputer.

2. Hukuman
Hukuman menurut Skinner (Eggen dan Kauchak, 1997) adalah konsekuensi yang menghasilkan berkurangnya tingkah laku. Atau seperti yang dikemukakan oleh Slavin (1994) hukuman adalah konsekuensi yang tidak memberi penguatan tetapi melemahkan tingkah laku. Hukuman ditujukan untuk mengurangi tingkah laku dengan menjatuhkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Hukuman meliputi 3 (tiga) bentuk, yaitu:
a. Hukuman Presentasi
Yaitu penggunaan konsekuensi yang tidak menyenangkan atau rangsangan yang tidak disukai seperti siswa disuruh menulis “saya tidak akan menganggu kelas” 100/ kali atau cacian atau tamparan.
b. Hukuman Penghapusan
Yaitu menghapus penguatan. Contoh: siswa dihukum dengan tidak boleh istirahat, berdiri di depan kelas, atau dihilangkan hak-haknya.
c. Time Out
Bentuk lain dari hukuman adalah „time out‟ yaitu menghukum siswa yang tingkah lakunya melanggar tata tertib kelas dengan menyuruh berdiri di sudut kelas, dengan tujuan agar tingkah laku nakal itu dapat hilang atau agar siswa lain terhindar dari tingkah lakunya yang nakal.
Penelitian menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus penggunaan hukuman dapat memperbaiki tingkah laku. Contohnya, beberapa siswa biasa keluar kelas tanpa ijin. Guru menghukumnya dengan memberi tambahan lima menit ditunda
1-12 Unit 1. kepulangannya setelah sekolah usai. Hasilnya mereka tidak berani lagi keluar kelas tanpa ijin. Tapi perlu diingat bahwa dalam memberi hukuman harus dirasakan sebagai nestapa, jika tidak maka itu bukan hukuman lagi. Contoh: siswa yang suka mengganggu teman duduknya dihukum dengan disuruh keluar kelas. Di luar kelas, siswa malah senang bisa makan bakso di kantin atau malah pulang ke rumah. Penerapan di Kelas Eggen atau Kauchak (1997) mengemukakan penerapan Operant Conditioning di kelas sebagai berikut:
1. Jika anda menerapkan paham Operant Conditioning di kelas, gunakan penguatan jangan hukuman. Jika terpaksa menggunakan hukuman, gunakan hukuman penghapusan, jangan menggunakan hukuman presentasi. Contoh: setelah memberi tugas, guru kelas satu SD berkeliling ruangan dan memberi tiket kepada siswa yang mengerjakan soal dengan tenang. Tiket itu dapat digunakan untuk main game dan belajar di Pusat Sumber Belajar. Awalnya guru memberi hadiah siswa yang tekun, tetapi selanjutnya guru menghendaki siswa dapat bekerja lebih lama lagi.
2. Hati-hati memilih penguatan. Contoh :
a. Guru SMP kelas satu bertanya kepada siswanya suka diberi hadiah apa. Sebelumnya, mereka menyarankan minta nonton video atau minta waktu bebas. Kali ini mereka minta agar lingkungan kelasnya ditata dengan baik.
b. Guru Matematika ingin meningkatkan potensi siswanya dengan memberi penguatan berupa bonus nilai. Setelah ditetapkan grade merata kelas, guru memberi tambahan point bagi siswa yang prestasinya diatas rata-rata kelas.

Latihan 3.b
Jika siswa mempunyai kebiasaan membuat kelas gaduh (ribut) melalui lelucon yang dia lontarkan, apa yang harus dilakukan guru untuk membuat mereka tidak mengganggu kelas lagi? (Untuk dapat menjawab pertanyaan ini anda dapat mempelajari kembali penguatan negatif ataupun hukuman dan penerapannya di kelas)

Jawaban
Jika siswa mempunyai kebiasaan membuat gaduh (ribut)melalui lelucon yang dia lontarkan maka guru berhak memberikan hukuman presentasi karena jika menggunakan hukuman penghapusan dan time out siswa tersebut lama-kelamaan akan merasa biasa saja.Dalam hal ini guru memberikan teguran sebelum guru menggunakan hukuman presentasi kepada siswa tersebut hukuman itu seperti menuliskan kata-kata “saya tidak akan menganggu kelas” 100/ kali sebanyak 100x,tetapi siswa tersebut menulis di buku yang nantinya akan diketahui/ditandatangani guru.Jika siswa tersebut masih belum jera,maka guru memberikan hukuman yang sama tetapi buku yang ditulis siswa tersebut dipegang guru agar buku itu diberikan kepada orangtua tersebut.Dalam hal ini guru berhak melibatkan orangtua,karena bisa saja seorang siswa di sekolah membuat gaduh tetapi di rumah siswa tersebut menjadi pendiam.Guru akan memanggil orangtua siswa tersebut dan memberikan pengarahan serta kepribadian siswa tersebut dalm kelas.Dalam hal mendidik siswa guru wajib bekerjasama dengan orangtua tentang perkembangan seorang anak supaya orangtua juga memperhatikan keinginan/kemauan seorang anak.

(Social Learning Theory)
Slavin (1994), mengemukakan bahwa teori belajar sosial merupakan cabang dari teori belajar tingkah laku, dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori Belajar Sosial ini umumnya menerima sebagian besar prinsip prinsip teori belajar tingkah laku, namun teori ini lebih memusatkan pada pengaruh signal (cues) pada tingkah laku dan pada proses mental internal, menekankan pengaruh pikiran pada tindakan dan pengaruh tindakan terhadap pikiran. Bandura (dalam Slavin 1994) mengkritik Skinner, karena Skinner mengabaikan modeling, yaitu peniruan tingkah laku orang lain dan pengalaman vicarius yaitu belajar dari kegagalan atau sukses orang lain secara tidak langsung. Bandura merasa bahwa yang dipelajari seseorang bukan dibentuk oleh konsekwensinya, tetapi karena dipelajari langsung dari model. Contoh guru olah raga mendemonstrasikan melompat jangkit dan siswa menirukannya. Bandura mengemukakan bahwa belajar observasional baik langsung maupun tidak langsung melalui empat phase, yaitu menaruh perhatian, mengingat tingkah laku model, memproduksi tingkah laku, dan akhirnya termotivasi untuk mengulangi tingkah laku itu. Penggunaan secara efektif prinsip modelingnya Bandura dapat meningkatkan prestasi belajar. Dalam satu penelitian tentang guru yang diajar dengan prinsip-prinsip modelnya Bandura seperti : meminta perhatian, mendeskripsikan setiap tindakan selagi mengerjakannya, bantuan mengingat-ingat dan membantu mengevaluasi kinerja mereka sendiri membuat mereka lebih berhasil dalam mengajarkan suatu konsep kepada anak umur lima tahun dibandingkan dengan guru yang tidak diajar prinsip-prinsip itu. Dalam Vicarious Learning, seseorang belajar melalui mengobservasi secara tidak langsung terhadap diganjarnya atau dihukumnya tingkah laku yang diperbuat orang lain. Di sekolah, Vicarious Learning ini sering sekali dilakukan guru. Jika guru melihat seorang muridnya jalan kesana kemari sementara siswa lain mengerjakan tugas, maka guru mencari seorang siswa yang mengerjakan tugas dengan baik dan kemudian memberinya pengujian. Dengan cara demikian diharapkan siswa yang lain, termasuk siswa yang tidak disiplin tadi dapat meniru cara belajar siswa yang memperoleh pujian tadi.
Self Regulator (mengatur diri sendiri) adalah cara belajar lainnya yang dikemukakan oleh Bandura. Bandura mengemukakan bahwa orang dapat belajar melalui mengobservasi tingkah laku sendiri, menilainya sesuai ukuran yang ditetapkan sendiri, dan memberi penguatan atau
menghukumnya sendiri. Kita sering
1-14 Unit 1
mengalami hal seperti itu. Kita ingin dapat nilai 100 dalam ujian, tetapi kita menjadi kecewa manakala hanya dapat 70 saja. Penerapan Dalam Kelas Eggen dan Kauchak (1997) mengemukakan penerapan teori belajar Kognitif Sosial dalam kelas sebagai berikut:
1. Bertindaklah sebagai model peran bagi kelas anda.
Suatu komite sekolah mengadakan perubahan dengan mengembangkan kualitas pengajaran di sekolah. Mereka membuat pedoman untuk guru agar menjadi model peran yang baik.
a. Perlakukan siswa dengan penuh hormat dan sopan santun. Hindari kritik dan segala bentuk sindiran tajam.
b. Tuntut agar siswa menghormati guru dan temannya satu sama lain. Laksanakan aturan ini secara konsisten.
c. Komunikasikan minat Anda dalam membaca dan belajar.
d. Lakukan topik yang Anda ajarkan dengan antusias, penuh energi dan usaha.
2. Begitu anda memodelkan keterampilan yang anda ajarkan, diskripsikan secara verbal dengan jelas:
a. Seorang guru TK membantu siswa membuat huruf b dan berkata: “Saya mulai dengan pensil disini dan membuat garis lurus ke bawah”.
b. Guru fisika memecahkan masalah akselerasi dengan melibatkan pergeseran F = m.a di papan tulis dan berkata: “Pertama, saya memikirkan tentang penemuan kekuatan jaringan pada objek, lihat masalah apa yang terjadi!”
3. Jika siswa mulai menghasilkan kembali keterampilan, beri latihan secara kelompok dengan memberi contoh sebelum menyuruh mereka mempraktekkan sendiri. Contoh: guru kelas VI mengajarkan penjumlahan. Ia mendemonstrasikan soal sbb: ¼ + ½ = ? Lalu ia memulai “Apa yang kita perlukan untuk mengerjakan yang pertama-tama? Coba Karina?” Ia meneruskan sampai siswa-siswa di kelas menemukan jawaban dan lalu mengerjakan contoh kedua dengan cara yang sama.
4. Gunakan penguatan Vicarious (keberhasilan orang lain) untuk meningkatkan efektivitas modelling. Contoh: Begitu kelompok membaca kembali ke tempat duduk mereka, guru kelas satu berkomentar cukup keras ke seluruh kelas: “Saya suka cara kelompok ini kembali ketempat duduknya. Karno, Viki, Ali dan David masing masing memperoleh “bintang” karena mereka kembali dengan cepat dan tenang”.
5. Beri kesempatan melakukan regulasi sendiri pada siswa anda.

Strategi Pembelajaran 1-15
a. Guru Geografi membantu siswanya menetapkan tujuannya sendiri untuk mempelajari isi dari setiap unit.
b. Guru kelas lima menyuruh siswa mendisain suatu daftar cek untuk memonitor keterampilan sosial yang dikehendaki dalam kelompok belajar kooperatif. Mereka menandai pada daftar cek itu manakala mereka menggunakan satu dari keterampilan itu.

Latihan 4
Apa perbedaan antara cara belajar melalui modeling langsung dan tidak langsung serta Self Regulation ! (Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, anda harus mengkaji teori belajar sosial yang dikemukakan Bandura, terutama contoh-contohnya.)

Jawaban
Cara belajar melalui modeling langsung adalah cara belajar yang memperagakan secara langsung peniruan tingkah laku orang lain dan pengalaman vicarius yaitu belajar dari kegagalan atau sukses orang lain secara tidak langsung. Bandura merasa bahwa yang dipelajari seseorang bukan dibentuk oleh konsekwensinya, tetapi karena dipelajari langsung dari model. Contoh guru olah raga mendemonstrasikan melompat jangkit dan siswa menirukannya. Bandura mengemukakan bahwa belajar observasional baik langsung maupun tidak langsung melalui empat phase, yaitu menaruh perhatian, mengingat tingkah laku model, memproduksi tingkah laku, dan akhirnya termotivasi untuk mengulangi tingkah laku itu. Penggunaan secara efektif prinsip modelingnya Bandura dapat meningkatkan prestasi belajar. Dalam satu penelitian tentang guru yang diajar dengan prinsip-prinsip modelnya Bandura seperti : meminta perhatian, mendeskripsikan setiap tindakan selagi mengerjakannya, bantuan mengingat-ingat dan membantu mengevaluasi kinerja mereka sendiri membuat mereka lebih berhasil dalam mengajarkan suatu konsep kepada anak umur lima tahun dibandingkan dengan guru yang tidak diajar prinsip-prinsip itu. Dalam Vicarious Learning, seseorang belajar melalui mengobservasi secara tidak langsung terhadap diganjarnya atau dihukumnya tingkah laku yang diperbuat orang lain.Di sekolah, Vicarious Learning ini sering sekali dilakukan guru. Jika guru melihat seorang muridnya jalan kesana kemari sementara siswa lain mengerjakan tugas, maka guru mencari seorang siswa yang mengerjakan tugas dengan baik dan kemudian memberinya pengujian. Dengan cara demikian diharapkan siswa yang lain, termasuk siswa yang tidak disiplin tadi dapat meniru cara belajar siswa yang memperoleh pujian tadi.

Self Regulator (mengatur diri sendiri) adalah cara belajar lainnya yang dikemukakan oleh Bandura. Bandura mengemukakan bahwa orang dapat belajar melalui mengobservasi tingkah laku sendiri, menilainya sesuai ukuran yang ditetapkan sendiri, dan memberi penguatan atau menghukumnya sendiri. Kita sering 1-14 Unit 1 mengalami hal seperti itu. Kita ingin dapat nilai 100 dalam ujian, tetapi kita menjadi kecewa manakala hanya dapat 70 saja.

Penerapan Dalam Kelas Eggen dan Kauchak (1997) mengemukakan penerapan teori belajar Kognitif Sosial dalam kelas sebagai berikut:

1) Bertindaklah sebagai model peran bagi kelas anda.
2) Begitu anda memodelkan keterampilan yang anda ajarkan, diskripsikan secara verbal dengan jelas:
3) Jika siswa mulai menghasilkan kembali keterampilan, beri latihan secara kelompok dengan memberi contoh sebelum menyuruh mereka mempraktekkan sendiri. Contoh: guru kelas VI mengajarkan penjumlahan. Ia mendemonstrasikan soal sbb: ¼ + ½ = ? Lalu ia memulai “Apa yang kita perlukan untuk mengerjakan yang pertama-tama? Coba Karina?” Ia meneruskan sampai siswa-siswa di kelas menemukan jawaban dan lalu mengerjakan contoh kedua dengan cara yang sama.
4) Gunakan penguatan Vicarious (keberhasilan orang lain) untuk meningkatkan efektivitas modelling. Contoh: Begitu kelompok membaca kembali ke tempat duduk mereka, guru kelas satu berkomentar cukup keras ke seluruh kelas: “Saya suka cara kelompok ini kembali ketempat duduknya. Karno, Viki, Ali dan David masing masing memperoleh “bintang” karena mereka kembali dengan cepat dan tenang”.
5) Beri kesempatan melakukan regulasi sendiri pada siswa anda.
Guru Geografi membantu siswanya menetapkan tujuannya sendiri untuk mempelajari isi dari setiap unit.


Tes Formatif 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dari empat kemungkinan jawaban yang tersedia dalam soal-soal berikut ini :

1. Aliran Psikologi tingkah laku menyatakan bahwa belajar itu adalah :
A. perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan.
B. perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pertumbuhan sesuai umurnya.
C. perubahan tingkah laku karena berkali-kali minum obat.
D. perubahan tingkah laku karena berkat doa yang dilakukan dengan khusyuk.
2. Berikut ini mana yang bukan merupakan aliran dari Psikologi tingkah laku :
A. Teori Belajar Connectionism
B. Teori Belajar Classical Conditioning
C. Teori Belajar Operant Conditioning
D. Teori Belajar Kognitif
3. Mana yang bukan merupakan pendapat dari teori Belajar Connectionism :
A. Belajar itu terjadi karena ada rangsangan
B. Belajar itu memerlukan kesiapan
C. Belajar itu terjadi karena meniru tingkah laku orang lain
D. Belajar itu akan lebih bagus hasilnya kalau banyak kali mengulang-ulangnya.
4. Menurut Teori Belajar Classical Conditioning belajar atau perubahan tingkah laku itu terjadi kalau :
A. dilakukan oleh orang yang telah siap baik mental maupun phisik
B. dilakukan secara berulang-ulang disertai pengkondisian tertentu.
C. dilakukan dengan melalui introspeksi diri sendiri.
D. dilakukan dengan mencontoh langkah-langkah orang lain.
5. Contoh berikut ini mana yang bukan merupakan prinsip belajar dari teori Belajar Conditioning
A. Anak tak mau bersekolah akhirnya mau sekolah setelah berkali-kali diantar oleh
ibunya.
B. Anjing kita keluar air liurnya oleh bunyi bell setelah bunyi bell itu berkali-kali
disajikan bersama makanan.
C. Anak menjadi senang membaca buku karena diawali dari melihat gambar sampul,
daftar isi, dan membaca isi.
D. Anak senang menulis karena berkali-kali diajari oleh Ibu Guru yang sabar seperti
ibunya.

6. Menurut cara belajar Operant Conditioning tingkah laku dapat diubah melalui cara-cara berikut ini kecuali :
A. Pemberian ganjaran pada tingkah laku yang dilakukan dengan baik.
B. Pemberian hukuman pada tingkah laku yang tidak patut.
C. Dibiarkan saja kalau siswa berbuat yang tidak patut.
D. Tingkah laku itu dipecah-pecah menjadi beberapa bagian, lalu setiap bagian tingkah
laku yang dilakukan dengan baik diberi penguatan.
7. Pendekatan atau metode pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori belajar Operant Conditioning ini adalah :
A. diskusi kelompok, tugas kelompok, dan kerja kelompok.
B. ceramah, tanya jawab, dan diskusi
C. penemuan, role playing dan sosiodrama
D. pengajaran berprograma, pengajaran bantuan komputer, dan mengajar dengan
menggunakan mesin.
8. Teori Belajar Sosial meyakini bahwa tingkah laku baru dapat dipelajari melalui cara-cara berikut, kecuali :
A. Modeling langsung
B. Modeling secara tidak langsung
C. Mengatur diri sendiri
D. Tingkah laku yang dipelajari dibentuk oleh konsekwensinya
9. Empat phase yang harus dilalui dalam belajar melalui observasi model baik langsung maupun tidak langsung adalah :
A. memperhatikan, mengingat, mereproduksi, dan termotivasi untuk mengulangi.
B. memperhatikan, meniru, menjadi senang, dan terbiasa.
C. tertarik, meniru, senang dan terbiasa.
D. meniru, senang, terbiasa dan mengulang-ulang.
10. Contoh berikut ini mana yang bukan belajar menurut Teori Belajar Sosial :
A. Siswa menirukan cara meloncat tinggi yang diberikan oleh gurunya.
B. Siswa menirukan cara belajar yang ditulis oleh guru BK di sebuah majalah dinding.
C. Siswa mau meniru tingkah laku karena diberi ganjaran.
D. Siswa mau belajar rajin karena ingin mencapai standar yang telah ditetapkan sendiri.




Latihan 3
Bagaimana pendapat konstruktivistik tentang belajar, dan apa implikasinya bagi pengajaran di kelas? (Untuk dapat menjawab pertanyaan ini anda perlu mengkaji kembali teori belajar menurut Konstruktivist dan mengkaji kembali penerapan teori itu dalam pembelajaran di kelas).

Peer mediated instruction dapat diwujudkan melalui pengaturan kelas dengan cara menerapkan pembelajaran kooperatif (Elliot, et al., 1996; Moll, 1994; Nur & Samani, 1996; Qin, et al., 1995; Slavin, 1994; Slavin, 1995a,b). Implementasi strategi ini secara ekstensif akan membawa siswa ke arah terjadinya pemagangan kognitif (Gardner, 1991), yang menurut Hedegaard (1994) siswa mengalami perkembangan kognitif dalam konteks sosio-kulturalnya. Hal ini sejalan dengan teori perkembangan Vygotsky (zone of proximal development-ZPD) yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun melalui proses interaksi sosial, yaitu interaksi siswa dengan anggota komunitasnya yang lebih berkompeten (masyarakat, keluarga, guru, dan teman sebaya). Interaksi sosial tersebut akan dapat menciptakan terjadinya pemrosesan informasi pada individu siswa, sehingga siswa mampu melakukan self-regulation dan menumbuhkan self-efficacy, serta dapat berpengaruh positif terhadap motivasi dan hasil belajarnya.
Pembelajaran kooperatif berimplikasi pada terjadinya cognitive elaboration, peer collaboration (berupa tutorial teman sebaya), dan peer copying model, yang pada akhirnya mengarah kepada peningkatan prestasi akademik (Slavin, 1995a,b) dan penghargaan diri, perbaikan sikap siswa (kecintaannya) terhadap teman sebaya, sekolahnya (Jacob, 1999), serta mata pelajarannya, gurunya, dan lebih terdorong untuk belajar dan berpikir (Lie, 2002). Di samping itu, penerapan pembelajaran kooperatif dapat mempercepat perolehan beberapa keterampilan inti, seperti: keterampilan kognitif, keterampilan afektif, berpikir kritis, dan berdampak pada pengukuran prestasi dan sikap, pada tingkat pendidikan dasar (SD/SLTP), menengah (SMU/SMK), dan pendidikan tinggi (Cooper, et al., 1999). Dengan landasan kerja student led discussion, khusus bagi siswa yang prestasinya rendah, kebermanfaatan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasinya, prestasi akademiknya, dan nilai-nilai sosial seperti kepekaan dan toleransi (Lundgren, 1994). Kebermanfaatan inilah yang dijadikan salah satu alasan, mengapa strategi belajar kooperatif perlu dikembangkan untuk mengatasi efek nuansa belajar kompetitif yang merusak perkembangan psikologis siswa (Slavin, 1995a,b). Lundgren (1994) menyampaikan bahwa siswa harus merasakan dirinya ada dalam satu kebersamaan tanggungjawab, yang diistilahkan “tenggelam atau berenang bersama-sama (sink or swim together)”. Jadi dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan mencapai tujuan belajarnya hanya jika siswa yang lain dalam kelompoknya yang sama dapat mencapai tujuan mereka tersebut secara bersama (Heinich, et al., 2002; Slavin, 1995a,b). Sangatlah jelas bahwa struktur tujuan kooperatif adalah dicirikan oleh saling ketergantungan yang cukup besar antar siswa dalam kelompoknya untuk mencapai kesuksesan praktik-praktik pembelajaran.
Kesuksesan praktik-praktik pembelajaran memiliki sifat-sifat yang didukung oleh beberapa perspektif yang sangat bervariasi (Heinich, et al., 2002), yaitu partisipasi aktif siswa, praktek, perbedaan-perbedaan individu, balikan, konteks-konteks realistik, dan interaksi sosial. Keenam perspektif ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Partisipasi aktif siswa; pembelajaran berjalan efektif apabila para siswa secara aktif terlibat dalam tugas-tugas bermakna dan aktif berinteraksi dengan pesan (isi) pembelajaran. 2) Praktik; dalam kondisi yang bervariasi, perspektif ini akan memberikan dukungan pada terjadinya perbaikan kemampuan penerapan pengetahuan baru, keterampilan, dan sikap, serta perbaikan retensi. 3) Perbedaan-perbedaan individu; pembelajaran yang diterapkan dikatakan efektif jika dapat mengakomodasi perbedaan-perbedaan yang menyangkut keterampilan personal, bakat umum, dan pengetahuan awal. 4) Balikan; dalam praktik pembelajaran sangat perlu memberikan balikan untuk mengetahui posisi diri siswa terhadap tugas-tugas yang dikerjakannya. 5) Konteks-konteks realistik; siswa akan lebih mudah mengingat dan mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh jika pengetahuan tersebut dikaitkan dengan konteks dunia nyata. 6) Interaksi sosial; menyangkut kemampuan siswa sebagai anggota kelompok dan/atau tutor sebaya untuk menyediakan sejumlah paedagogik dan dukungan sosial.
Berdasarkan uraian di atas, maka strategi belajar kooperatif berpeluang sebagai teknologi pembelajaran, yang dapat menyediakan peluang terwujudnya kesuksesan praktik-praktik pembelajaran (Cooper & Robinson, 1998; Gokhale, 1995; Johnson & Johnson, 1999; Johnson, et al., 2000; Kronberg & Griffin, 2000; Lou, et al., 1996; Qin, et al., 1995; Springer, et al., 1999).
Belajar secara kooperatif mampu melibatkan siswa secara aktif melalui proses-proses mentalnya dan meminimalkan adanya perbedaan-perbedaan antar individu, serta meminimalisasi pengaruh negatif yang timbul dari kondisi pembelajaran kompetitif (persaingan belajar yang tidak “sehat”). Sebagai teknologi pembelajaran, belajar kooperatif memiliki sinergisitas peluang munculnya keterampilan sosial di antara pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Keterpaduan peluang tersebut dapat dilihat dari (1) dalam realisasi praktik hidup di luar kelas (sekolah), membutuhkan keterampilan dan aktivitas-aktivitas kolaboratif mulai dari dalam kelompok (tim) di tempat bekerja hingga ke dalam kehidupan sosial sehari-hari; (2) tumbuh dan berkembangnya kesadaran mengenai nilai-nilai interaksi sosial untuk mewujudkan pembelajaran bermakna (Heinich, et al., 2002).

Latihan 5
Jelaskan mengapa kita dapat ingat dan lupa tentang informasi (materi pelajaran) yang kita pelajari ? (Untuk dapat menjawab tugas ini pelajari tentang hal-hal yang menyebabkan kita lupa dan hal-hal yang menyebabkan kita ingat tentang materi yang kita pelajari)

Jawaban
Umumnya lupa terjadi karena informasi di dalam ingatan jangka pendek tidak pernah ditransfer ke ingatan jangka panjang. Tetapi lupa bisa pula terjadi karena kita kehilangan kemampuan mengingat informasi yang ada di informasi jangka panjang. Selain itu, Slavin (1994) juga menyebutkan bahwa lupa disebabkan oleh turut campurnya informasi oleh informasi lain sehingga bercampur atau menyisihkan informasi itu. Kehadiran infomasi lain yang menyebabkan kita lupa itu dinamakan interference. Bentuk lain dari interference dinamakan retroactive inhibition yaitu berkurangnya kemampuan mengingat informasi yang dipelajari sebelumnya disebabkan oleh mempelajari informasi baru. Hal itu karena informasi baru bercampur dengan informasi lama atau mirip. Contoh: belajar dapat menghambat atau melupakan yang telah dipelajari sebelumnya. Sebaliknya, terjadi pula apa yang dinamakan proactive inhibition yaitu berkurangnya kemampuan mempelajari informasi baru karena dihambat oleh pengetahuan yang telah ada. Contoh: belajar menyetir mobil di USA dipersulit oleh kemampuan menyetir di Indonesia yang telah dikuasa
Slavin (1994) menyatakan beberapa hal yang menyebabkan kita ingat terhadap informasi yang kita pelajari.

1) Informasi yang kita pelajari harus kita simpan dalam ingatan jangka panjang melalui pengulang-ulangan informasi yang masih ada pada ingatan jangka pendek.
2) Kita harus menaruh perhatian dan usaha yang serius kepada informasi yang kita pelajari.
3) Kita perlu mempertimbangkan bahwa setelah mempelajari informasi tidak ada informasi lain yang dapat mengaburkan informasi sebelumnya.
4) Latihan yang banyak akan baik untuk menguasai materi yang baru dipelajari. Tetapi untuk informasi yang telah ada pada ingatan jangka panjang, latihan-latihan secara terdistributif sedikit-sedikit setiap hari adalah lebih baik. Contoh: untuk menghadapi tes sumatif digunakan latihan secara distributive. Apa yang mungkin terjadi jika digunakan latihan yang banyak semalam saja sebelum tes sumatif ?
5) Belajar bagian-bagian dan belajar keseluruhan untuk mempelajari materi pelajaran yang banyak akan efektif jika digunakan cara belajar bagian-bagian. Alasan digunakan cara belajar bagian-bagian ini adalah untuk mengurangi restroactive inhibition. Tetapi jika materi pelajarannya sedikit sebaiknya digunakan cara belajar keseluruhan.
6) Otomatisasi. Otomatisasi diperoleh melalui hafalan dan latihan. Otomatisasi penting karena kita ingin keterampilan yang kita ajarkan pada anak menjadi darah daging sehingga anak terbebas dari ingatan jangka pendek sehingga dapat menguasai tugas yang lebih kompleks. Contoh: 25×4 = …25×8 =…12,5×8 =….12,5×16 =… Perkalian-perkalian ini harus anak-anak hafalkan agar mempermudah tugas atau mempermudah penyelesaian soal-soal yang lebih kompleks.
7) Overlearning. Overlearning adalah cara mempelajari materi pelajaran dengan dua kali lipat porsi belajar yang diperlukan. Misalnya jika proses belajar dua hari sudah dapat menjawab soal-soal materi pelajaran dengan tanpa kesalahan, maka kita harus menambah dengan dua hari lagi. Menurut penelitian Krueger (Slavin, 1994) siswa yang belajar dengan cara overlearning setelah 28 hari dites masih ingat beberapa sedangkan siswa yang belajar secara biasa sama sekali lupa.
8) Belajar dengan berbuat (learning by doing, enactment). Dalam belajar tentang bagaimana melakukan tugas-tugas apa saja, kita akan belajar lebih baik jika kita melakukannya, ketimbang jika kita hanya membaca instruksi atau melihat guru tanpa kita melakukan tugas itu (Cohen dalam Slavin 1994).
Karena otak manusia berfungsi mencari pola, guru dapat membantu siswa memajukan pembelajarannya dengan menggunakan apa yang kita ketahui tentang pemecahan pola. Satu cara yang dapat dilakukan adalah menyumbangkan pedoman pola secara kronologis. Contoh: setelah siswa membaca cerita, beri mereka seri pernyataan campuran dan minta mereka untuk menyusun pernyataan itu dalam urutan sesuai cerita. Siswa merespon baik latihan semacam ini karena mereka dipengaruhi untuk mengidentifikasi pola-pola. Pengajaran yang berusaha menyajikan informasi dengan cara yang membantu otak siswa menyarikan pola-pola seperti yang ditemukan dalam kurikulum terintegrasi, pengajaran tematik, dan penggunaan bahasa keseluruhan (global), sangat membantu siswa membuat masuk akal tentang apa yang mereka pelajari.


Tes Formatif 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dari empat kemungkinan jawaban yang tersedia dari soal-soal multiple choise berikut ini :

1. Psikologi kognitif memandang bahwa belajar itu adalah
A. proses stimulus – respon
B. proses perubahan struktur mental seseorang
C. proses latihan yang berulang-ulang
D. proses perubahan tingkah laku karena pengalaman

2. Alur pemprosesan informasi dari luar sehingga kita dapat mengingat informasi itu meliputi :
A. indera, Sensory register, pusat otak sebelah kanan, pusat kesadaran.
B. indera, Sensory register, sensory motorik, kesadaran.
C. indera, Sensory register, ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang.
D. indera, Saraf sensoris, otak, saraf motorik.

3. Yang harus dilakukan agar informasi yang masuk kedalam ingatan jangak pendek dan tidak mudah dilupakan adalah :
A. informasi itu diulang-ulang banyak kali.
B. menyediakan waktu yang cukup untuk mengulang-ulang informasi itu.
C. informasi itu diorganisir menurut pola tertentu.
D. a, b, dan c semuanya benar.

4. Paham konstruktivist beranggapan bahwa belajar adalah proses dimana ....
A. orang aktif membangun pengetahuannya sendiri.
B. orang perlu dibangun pengetahuannya melalui latihan-latihan yang banyak oleh guru.
C. orang membangun pengetahuannya setelah diberi stimulasi oleh gurunya.
D. orang pasif menerima pengajaran dari guru.

5. Berikut ini adalah penerapan pendekatan konstruktivist di sekolah / kelas, kecuali?
A. Mengukur hasil belajar siswa dalam konteks materi yang diajarkan.
B. Memberi penguatan positif kepada siswa yang berhasil menjawab dengan benar
pertanyaan guru.
C. Menyusun materi pelajaran berdasarkan tema.
D. a, b, dan c semuanya benar.

6. Mana peranan guru berikut ini yang bukan peranan guru menurut faham konstruktivist.
A. Sebagai instruktur atau pelatih.

B. Sebagai fasilitator dan pembimbing.
C. Sebagai teman atau mitra.
D. Sebagai narasumber.

7. Berikut ini adalah pengertian schemata, kecuali :
A. Kerangka mental terorganisir mengenai kejadian, situasi atau objek yang mengubah
data yang masuk sesuai dengan pengalaman atau persepsi orang itu.
B. Bentuk struktur kognitif yang abstrak sebagai dasar ingatan hasil dari pengalaman
yang laku yang diorganisir secara individual.
C. Pengetahuan yang dimiliki siswa yang berhubungan dan relevan untuk pemecahan
masalah.
D. Unit pengetahuan teroganisir mengenai kejadian, situasi atau objek yang mengubah
data yang masuk sesuai dengan pengalaman atau persepsi orang itu.

8. Belajar bermakna (meaningful learning) terjadi jika siswa :
A. menyatukan informasi baru kedalam schema yang sudah ada.
B. mengkreasi schemata baru dengan cara menganalogikakan kepada schemata lama.
C. menemukan apa yang dipelajari dan kemudia menyatukan kembali materi yang
dipelajari itu untuk mengintegrasikannya dengan struktur kognitif yang sudah ada.
D. a, b, dan c semuanya benar.

9. Siswa belajar dimana mereka menggunakan informasi dalam bentuk sudah tinggal
mempelajari tanpa mengubah susunan atau artinya, Belajar demikian dinamakan :
A. Belajar hafalan.
B. Belajar reseptif.
C. Belajar penemuan.
D. Belajar bermakna.

10. Apa yang terjadi jika belahan otak kiri seorang anak rusak?
A. Anak akan mengalami kesulitan bicara.
B. Anak akan mengalami ketidak teraturan pengamatan dan perhatian.
C. Anak akan sulit dalam membuat perencanaan dasar tindakan.
D. a, b, dan c semuanya benar.



@@@@terima kasih @@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar