Senin, 11 April 2011

ASIRPA BERGERAK UNTUK PETANI

ASIRPA Bergerak untuk Petani
Mereka pekerja keras tetapi miskin di negeri gemah ripah loh jinawi. Inilah kalimat yang cocok untuk melukiskan keadaan petani Indonesia. Minimal ada tiga alasan mengapa mereka boleh dikatakan tertindas. Yaitu
1) harga bahan benih/bibit, pupuk, obat mahal,
2) harga produk pertanian pascapanen sangat tidak stabil,
3) perlindungan pemerintah terhadap petani terhadap produk-produk impor sangat rendah.
Ketiga permasalah ini menyebabkan petani Indonesia sulit berkembang karena kesejahteraan meraka sulit terangkat bahkan tidak terpenuhui. Padahal mereka bekerja dengan tekun mulai sebelum jam 6 pagi dan tidak jarang  sampai jam 9 malam. Mereka bekerja tanpa ada hari libur. Namun demikian jam kerja selama kurang lebih 15 jam sehari atau 105 jam/minggu belum meningkatkan kesejahteraan/taraf hidup mereka.
Pembinaan petani
(Foto 1. Keterangan kiri ke kanan: Pak Min - Petani, Joko Sumiyanto – Direktur IV ASIRPA sedang  terlibat panen sawi putih berlatar belakang tanaman loncang/green union dan Gunung Merapi.)
Melihat keprihatinan di atas, Asian Society for International Relations and Public Affairs (ASIRPA) bergerak langsung di lapangan membantu mereka. Bantuan tersebut difokuskan pada  permasalahan  yang berkaitan dengan harga produk. Kata kunci permasalahan harga produk pertanian yang menghimpit petani adalah permasalahan distribusi/pemasaran. Oleh karena itu ASIRPA melalui Direktorat IV terlibat langsung bercocok tanam dan pemasaran untuk beberapa komuditas pertanian di Pakem, Jogjakarta. Selain itu Direktorat IV yang membidangi Economic Public Welfare and Avellition Poverty juga melakukan pembinaan kepada pelaku distribusi produk pertanian. Pembinaan itu dilakukan khususnya di daerah selatan dan barat kawasan lereng Gunung Merapi.
Keterlibatan langsung bercocok tanam ditujukan untuk memberikan pendidikan langsung dilapangan bagaimana melakukakukan proses produksi yang lebih hemat. Penggerak utama pertanian ini dilakukan oleh Ir. Bambang Suharyono dan Ir. Endang Nawangwulan (lihat foto 2).
Pemasaran
(Foto 2. Keterangan dari kiri ke kanan: Petani, Ir. Bambang Suharyono, Ir. Endang Nawangwulan. Mereka sedang memilih mentimun dan gambas di kawasan pengepul hasil panen untuk dibawa ke distributor)
Sedangkan pembinaan distribusi yang juga dimotori oleh kedua sarjana lulusan Universitas Gadjah Mada itu dilakukan dengan cara menyediakan pasar produk pertanian. Dengan demikan harga pascapanen lebih baik. Ada rantai distribusi panjang menyebabkan produksi pertanian tidak bisa bersaing harga dengan produk luar negeri (ekspor). Rantai distribusi bisa melalui 6 rantai sejak dari petani. Sebagai contoh harga sebuah produk dari petani seharga Rp X akan mencapai 10 X di konsumen.
ASIRPA bergerak sedemikian sehingga meminimalkan mata rantai distribusi dengan harapan agar harga di petani bisa ditingkatkan dan layak. Selain itu dengan meminimalkan rantai distrubusi akan  berdampak harga produk pertanian bisa bersaing dengan produk pertanian di pasaran yang banyak dibanjiri dari Cina. Banyak produk pertanian Indonesia sulit bersaing dengan produk dari Cina. Hal ini juga yang menyebabkan tantangan berat bagi petani. Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga. Dengan kenyataan ini apakah pemerintah akan terus berdiam saja. Kita tunggu saja !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar